Tol Solo-Ngawi Belum Berikan Nilai Tambah

15-02-2019 / KOMISI VI
Anggota Komisi VI DPR RI Martri Agoeng. Foto: Sofyan/sf

 

 

Jalan Tol Solo-Ngawi diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada akhir November 2018 lalu. Dengan panjang total 90,43 km, jalan tol ini telah beroperasi sepenuhnya. Jalan Tol Solo-Ngawi menghubungkan Kabupaten Boyolali, Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar, dan Kabupaten Sragen di Jawa Tengah, serta Kabupaten Ngawi di Jawa Timur. Diharapkan, tol ini dapat memberikan manfaat yang lebih kepada masyarakat. Namun, selama beberapa bulan beroperasi, jalan tol ini dinilai belum memberikan nilai tambah, khususnya sektor logistik.

 

“Persoalannya pada transportasi truk besar, karena hanya 0,8 persen. Dalam hal ini, berarti jalan tol belum memberikan nilai tambah terkait dengan logistik, karena harganya cukup tinggi. Sehingga yang memanfaatkan rata-rata masih golongan I,” kata Anggota Komisi VI DPR RI saat memimpin Tim Kunjungan Reses Komisi VI DPR RI meninjau Jalan Tol Solo Ngawi di Rest Area 591A, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Kamis (14/2/2019). Diketahui, Golongan I masih mendominasi lalu lintas Tol Solo-Ngawi yang mencapai 90 persen, sementara truk pengangkut logistik termasuk dalam golongan III.

 

Tiba di Rest Area 591A, Tim Kunker Komisi VI DPR RI langsung disambut oleh Direktur Operasi PT. Jasa Marga Tbk. Subakti Syukur, Direktur Bisnis Jasa Marga Mohammad Sofyan, Direktur Utama PT. Jasa Marga Solo Ngawi (JSN) David Wijayatno, Corporate Communication and Community Development Group Head Jasa Marga Dwimawan Heru Santoso, dan sejumlah mitra kerja terkait lainnya. Dalam peninjauan ini, Tim Kunker Komisi VI DPR RI mendapat penjelasan mengenai kondisi terkini Tol Solo-Ngawi.

 

 

 

Martri menambahkan, kendati penyelenggara jalan tol telah menerapkan tarif tol sebesar Rp 1000 per kilometer (km), yang seharusnya normalnya Rp 1300 per km, namun Tol Solo-Ngawi masih dirasa mahal oleh masyarakat. Karena pengguna jalan tol membandingkannya dengan jalan tol yang sudah lama beroperasi, sementara Tol Solo-Ngawi ini tergolong investasi baru. Ia mencontohkan, misalnya tarif yang berlaku pada Tol Jagorawi. Tarif tol dari Jakarta ke Bogor dengan jarak sekitar 40 km kini hanya Rp 6500.

 

“Sehingga bagaimana penyelenggara jalan tol memberikan sosialisasi kepada masyarakat, bahwa secara psikologis tarif tol ini tidak mahal. Itu yang harus bisa dijelaskan. Karena kalau dihitung secara kuantitatif, jalan tol lama investasinya tidak sebesar sekarang. Ini yang harus bisa dirasionalkan. Evaluasi pasti nanti kita lihat sisi, apakah sampai akan mengubah harga atau tidak. Nanti kita lihat, karena ini variabelnya kan banyak. Sekarang ini hanya kesan psikologis masyarakat saja, (tarif tol ini) terkesan mahal,” analisa legislator PKS ini.

 

Di sisi lain, Martri menilai sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) telah diakomodir di rest area Tol Solo-Ngawi yang rencananya akan dibangun sebanyak 8 rest area. Menurutnya, ini menjadi bagian kesepakatan yang harus dilaksanakan penyelenggara rest area. “Kalau kita lihat, ini juga bukan pengusaha besar yang masuk di sini (rest area). Nah ini yang harus selalu dipertahankan. Harus diwujudkan bahwa rest area ini sebagai fasilitas untuk pelaku UMKM,” dorong legislator dapil Jawa Tengah IV ini.

 

Sebelumnya, Corporate Communication and Community Development Group Head Jasa Marga Dwimawan Heru Santoso menilai tarif masuk jalan tol tak mahal. Pengguna jalan Tol Trans Jawa sudah bisa merasakan tiga benefit terkait dengan penarifan. Tiga benefit itu menurutnya karena kebijakan dari pemerintah terkait rasionalisasi tarif masuk jalan tol. Tarif jalan tol yang semula ditetapkan Rp 1300 per km, dirasionalisasi menjadi Rp 1000 per km.

 

“Kalau untuk jalan tol lama yang dibangun tahun 1980-an atau 30 tahun lalu, tarifnya Rp 200 hingga Rp 400 per km. Sedangkan posisi tahun 2011 sebesar Rp 700 per km, jalan tol yang dibangun di atas 2011 tarif yang ditetapkan Rp 1300 per km. Tapi dengan rasionalisasi tarif, maka yang berlaku Rp 1000 per km,” papar Dwimawan.

 

Keuntungan lainnya adalah perubahan klasterisasi golongan kendaraan. Golongannya tetap 5, tapi tarifnya menjadi 3 golongan. Sesuai ketentuan rasionalisasi tarif, untuk ruas yang baru operasi, tarif awal kendaraan golongan I maksimal Rp 1000 per km, kendaraan golongan II dan III sebesar 1,5 kali dari golongan I, dan kendaraan golongan IV dan V sebesar 2 kali dari golongan I. Selain itu, pengguna jalan tol juga masih mendapatkan diskon sebesar 15 persen hingga akhir Maret mendatang.

 

Kunker ini juga diikuti oleh Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto (F-PDI Perjuangan/DKI Jakarta III), Adisatrya Suryo Sulisto (F-Gerindra/Jawa Tengah VIII), Wasista Bambang Utoyo (F-Golkar/Sumatera Selatan I), Melani Leimena Suharli (F-Demokrat/DKI Jakarta II), Mohammad Hatta (F-PAN/Jawa Tengah V), Nasril Bahar (F-PAN/Sumatera Utara III), Daeng Muhammad (F-PAN/ Jawa Barat VII), Muklisin (F-PPP/Jawa Tengah II), Nyat Kadir (F-NasDem/Kepulauan Riau), dan Zulfan Lindan (F-NasDem/Aceh II). (sf)

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...